Cilegon, 15 Oktober 2025 — Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Cilegon menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden dugaan kekerasan yang melibatkan seorang Kepala Sekolah (Kepsek) di Kabupaten Lebak, Banten, yang berujung pada penonaktifan sementara oleh Gubernur Banten dan proses hukum.

Menyikapi perkembangan tersebut, Ketua PGRI Kota Cilegon menyampaikan beberapa poin penting untuk menjaga marwah profesi guru dan memastikan seluruh anggota PGRI Cilegon bersikap bijak dan profesional dan menghimbau

“Untuk semua anggota PGRI kota khususnya dan Banten pd umumnya utk tidak terprovokasi dan berpolemik. Sebelum ada kepastian hukum yg tetap”

PGRI Kota Cilegon bersikap tegas dan profesional dalam menyikapi kasus ini, dengan poin-poin dan sehubungan ada beberapa anggota dan pengurus PGRI kota cilegon yg memohon pendapat atas kejadian insiden di Kab Lebak, maka dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Menghormati Proses Hukum: Kami menghormati penuh proses hukum yang sedang berjalan di aparat kepolisian dan mendukung langkah Pemerintah Provinsi Banten yang telah mengambil kebijakan menonaktifkan sementara Kepsek yang bersangkutan. Langkah ini penting untuk menjamin obyektivitas pemeriksaan dan menjaga iklim belajar mengajar tetap kondusif.
  2. Penegasan Status: Kami tegaskan bahwa yang bersangkutan bukan merupakan anggota aktif dari PGRI di Kota Cilegon. Oleh karena itu, PGRI Kota Cilegon tidak memiliki kewenangan untuk memberikan pendampingan hukum secara formal melalui Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) PGRI.
  3. Praduga Tak Bersalah: Kami mengimbau semua pihak untuk menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence) dan menunggu keputusan final yang berkekuatan hukum tetap.

Kasus ini menjadi momentum penting bagi seluruh insan pendidikan, khususnya di Banten, untuk merefleksikan kembali komitmen pada Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) dan profesionalisme:

  1. Tolak Kekerasan: PGRI menegaskan kembali bahwa penggunaan kekerasan fisik, dalam bentuk apapun, tidak dibenarkan sebagai metode pendisiplinan siswa. Tindakan tersebut melanggar KEGI dan Undang-Undang Perlindungan Anak.
  2. Pendekatan Edukatif: Kami mengimbau para Guru dan Kepala Sekolah di Kota Cilegon untuk selalu mengedepankan pendekatan edukatif, persuasif, dan dialogis dalam menangani kasus pelanggaran disiplin siswa. Libatkan Guru Bimbingan Konseling (BK), orang tua/wali, dan Komite Sekolah.
  3. Sekolah Ramah Anak: Mari kita bersama-sama mewujudkan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan ramah anak (SRA), di mana sanksi diberikan dengan tujuan mendidik, bukan menyakiti.

Kepada seluruh anggota PGRI di Kota Cilegon, kami menyerukan:

  1. Jaga Ketenangan dan Kehormatan: Bersikaplah santun dan bijak dalam menyikapi kasus ini. Hindari segala bentuk komentar atau unggahan di media sosial yang bersifat provokatif, menghakimi, atau menyebarkan kebencian (sesuai prinsip bina santun dan tidak terprovokasi). Biarkan proses hukum berjalan sesuai koridornya.
  2. Fokus pada Tugas Pokok: Tetap fokus pada tugas utama sebagai pendidik profesional. Pastikan kegiatan belajar mengajar di sekolah Anda berjalan optimal dan berintegritas.
  3. Evaluasi Diri: Jadikan kasus ini sebagai bahan evaluasi kolektif untuk memperkuat manajemen emosi dan pemahaman terhadap regulasi perlindungan anak dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.

PGRI Kota Cilegon akan terus berkomitmen mengawal marwah profesi guru dan bekerjasama dengan seluruh stakeholder untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu dan beretika.

“Anggota PGRI kota Cilegon khususnya dan Anggota PGRI Propinsi Banten pada umumnya untuk tidak terprovokasi dan berpolemi dan bersikap bijak dan profesional Sebelum ada kepastian hukum yang tetap “

Ketua PGRI Kota Cilegon – LKBH PGRI Kota Cilegon