Pendahuluan
Beberapa hari lalu, saya berdiskusi dengan para perwakilan guru SMA dan SMK se Propinsi Banten mengenai tugas pokok dan fungsi guru, khususnya dalam menyikapi Permendikdasmen No. 11 Tahun 2025. Regulasi ini menggantikan Permendikbud No. 15 Tahun 2018 dan Permendikbudristek No. 25 Tahun 2024, dengan klaim memperjelas beban kerja guru, meningkatkan mutu pembelajaran, dan memberikan kepastian hukum . Namun, di lapangan, banyak guru yang merasa ketidakadilan dalam pembagian tugas, tunjangan, dan pengakuan kerja—terutama antara guru biasa, kepala sekolah (Kepsek), dan pengawas sekolah.

Padahal, beban kerja mereka sama: 37,5 jam per minggu. Lalu, mengapa masih terjadi kesenjangan?

Permendikdasmen No. 11 Tahun 2025: Apa yang Berubah?
Permendikdasmen ini mengatur beberapa hal penting:

1. Beban Kerja Guru: 37,5 Jam/Minggu
Guru wajib memenuhi lima kegiatan pokok:
– Perencanaan pembelajaran (analisis kurikulum, penyusunan RPP).
– Pelaksanaan pembelajaran (tatap muka minimal 24 jam/minggu, maksimal 40 jam).
– Penilaian hasil belajar.
– Pembimbingan siswa (termasuk ekstrakurikuler).
– Tugas tambahan (wali kelas, kepala lab, pembina OSIS, dll.) .

Namun, guru BK hanya diwajibkan membimbing 5 rombongan belajar per tahun, sementara guru mata pelajaran harus memenuhi 24-40 jam tatap muka.

2. Ekuivalensi Tugas Tambahan
Permendikdasmen ini memberikan pengakuan terhadap tugas non-mengajar, seperti:
– Wali kelas = 2 jam/minggu.
– Wakil kepala sekolah = 12 jam/minggu.
– Kepala perpustakaan/lab= 12 jam/minggu.
– Pembina ekskul = 2 jam/minggu .

Namun, masalah muncul ketika guru harus mencari tugas tambahan untuk memenuhi 24 jam tatap muka. Jika tidak terpenuhi, mereka harus mengajar di sekolah lain—padahal tidak semua sekolah memiliki lowongan jam mengajar .

3. Ketidakadilan dalam Tunjangan
Meski beban kerja sama (37,5 jam/minggu), tunjangan profesi guru, Kepsek, dan pengawas berbeda jauh:
– Guru biasa harus memenuhi 24 jam tatap muka, tetapi tunjangannya seringkali terhambat jika jam tidak terpenuhi.
– Kepala sekolah dan pengawas mendapatkan tunjangan lebih tinggi, meski tugas mereka lebih bersifat administratif dan supervisi .
– Guru yang mengajar di daerah terpencil atau sekolah kecil kesulitan memenuhi jam tatap muka karena minimnya rombongan belajar.

Problematika di Lapangan: Ketimpangan yang Nyata
1. Beban Kerja vs. Pengakuan
– Guru harus merencanakan, mengajar, menilai, dan membimbing, tetapi hanya tatap muka yang dihitung untuk tunjangan. Padahal, persiapan mengajar dan evaluasi memakan waktu lebih banyak .
Kepala sekolah dan pengawas tidak perlu memenuhi 24 jam tatap muka, tetapi tunjangan mereka tetap lancar .

2. Tugas Tambahan yang Tidak Proporsional
– Seorang guru yang menjadi wakil kepala sekolah mendapat 12 jam ekuivalensi, sementara guru biasa harus mengajar 24 jam.
– Guru yang merangkap sebagai pembina ekskul hanya diakui 2 jam, padahal kegiatan ekskul sering memakan waktu lebih banyak .

3. Kesenjangan antara Guru PNS dan Non-PNS
– Guru honorer atau PPPK seringkali tidak mendapatkan tunjangan meski beban kerjanya sama .
– Guru di sekolah swasta juga sering tidak diakui** dalam perhitungan beban kerja nasional.

Solusi Menuju Keadilan untuk Guru
1. Penghitungan Beban Kerja yang Lebih Adil
– Seluruh aktivitas guru (perencanaan, penilaian, pembimbingan) harus dihitung penuh, bukan hanya tatap muka.
– Ekuivalensi tugas tambahan harus diperluas agar lebih realistis dengan waktu yang dihabiskan.

2. Penyesuaian Tunjangan yang Proporsional
– Tunjangan guru, Kepsek, dan pengawas harus disesuaikan** dengan kompleksitas tugas, bukan hanya berdasarkan jam mengajar.
– Guru di daerah terpencil harus mendapat insentif tambahan karena kesulitan memenuhi jam tatap muka.

3. Transparansi dan Pelibatan Guru dalam Penyusunan Kebijakan
– Kemdikbud harus melibatkan guru dalam evaluasi Permendikdasmen ini, bukan hanya membuat aturan dari atas.
– Sosialisasi yang lebih baik agar tidak terjadi salah persepsi dalam implementasi.

kesimpulan

Permendikdasmen No. 11 Tahun 2025 hadir dengan niat baik, tetapi implementasinya masih timpang. Guru-guru di lapangan merasakan ketidakadilan dalam pembagian beban kerja dan tunjangan. Jika ingin meningkatkan kualitas pendidikan, maka kesejahteraan dan keadilan bagi guru harus menjadi prioritas.

Guru bukan sekadar pengajar, tapi ujung tombak pendidikan. Jika mereka diperlakukan adil, maka pendidikan Indonesia akan maju.

https://www.kompasiana.com/salamuddinuwar7129/6777e9eec925c461422dbcc2/problematika-beban-kerja-guru

– Permendikbudristek No. 25 Tahun 2024 https://bpmpkaltara.kemdikbud.go.id/2024/08/06/permendikbudristek-25-tahun-2024-tentang-perubahan-atas-permendikbud-15-tahun-2018-tentang-beban-kerja-guru-kepala-sekolah-dan-pengawas-sekolah/